Jakarta, 19 Juli 2025 – DPR RI bersama pemerintah kini tengah membahas revisi Undang‑Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), undang‑undang yang selama ini banyak menuai kritik karena pasal karet dan potensi kriminalisasi ekspresi publik. Rancangan revisi ini diharapkan menjadi momentum untuk membenahi regulasi digital yang lebih adil dan responsif terhadap dinamika masyarakat.
🧩 Latar Belakang Revisi
-
Sejak perubahan UU ITE pada 2016, sejumlah pasal seperti pencemaran nama baik dinilai masih multitafsir dan rawan disalahgunakan untuk menjerat warganet dan aktivis kompas.id+9YLBHI+9hukumonline.com+9.
-
Meski pemerintah pernah menerbitkan SKB 3 Menteri sebagai pedoman implementasi di 2021, kasus kriminalisasi melalui UU ITE justru terus meningkat hukumonline.com.
-
Komisi I DPR telah membuka pembahasan revisi dengan fokus harmonisasi pasal-pasal pidana agar sesuai dengan KUHP, namun banyak pihak menilai perlu dilakukan penyusunan ulang secara menyeluruh kompas.id+1komdigi.go.id+1.
🎯 Titik Perhatian Revisi
Beberapa aspek penting yang menjadi titik sorotan dalam pembahasan legal ini adalah:
-
Penghilangan istilah pasal karet, terutama soal pencemaran nama baik dan pencemaran moral (Pasal 27) yang sering disalahgunakan.
-
Penegasan konsep delik aduan, agar hanya proses hukum bisa berjalan jika pihak yang merasa dirugikan mengajukan laporan resmi.
-
Penegasan tanggung jawab platform digital, memastikan mereka mematuhi aturan nasional (strict liability), bukan hanya mengandalkan regulasi sipil setingkat peraturan menteri hukumonline.comkema.unpad.ac.idkompas.id.
-
Penyesuaian terhadap UU Perlindungan Data Pribadi, termasuk hak untuk dilupakan, sehingga tidak terjadi tumpang tindih regulasi kompas.id+1hukumonline.com+1.
📢 Seruan Publik: Transparansi dan Partisipasi
-
YLBHI, AJI, ICJR, serta Safenet mendesak DPR agar pembahasan RUU dilakukan secara terbuka dan inklusif, mengundang masukan dari akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat sipil icjr.or.id+1hukumonline.com+1.
-
Aspirasi tersebut mendorong DPR untuk menyiarkan rapat Panja secara publik dan menyediakan draft revisi secara luas, sehingga masyarakat dapat memantau, memberi masukan, dan mempertanyakan poin-poin yang kontroversial icjr.or.idkompas.id.
-
Ketua Panja Komisi I pun diharapkan bisa mengundang lebih banyak pemangku kepentingan dalam diskusi, termasuk lembaga HAM dan ahli teknologi hukum.
⚖️ Mengapa Publik Harus Terlibat?
-
UU ITE regulasi yang langsung menyentuh kebebasan berpendapat, hak digital, dan ruang ekspresi publik.
-
Revisi terbatas memungkinkan pasal multitafsir tetap bertahan, sehingga potensi penyalahgunaan di masa depan tetap tinggi.
-
Keterlibatan publik memastikan DPR dan pemerintah dapat menjawab dampak nyata regulasi terhadap kebebasan, demokrasi, dan perlindungan pengguna digital.
✅ Kesimpulan
Revisi UU ITE sejatinya bukan sekadar agenda formal DPR, melainkan momentum krusial untuk menegaskan kepastian hukum, keadilan, dan kebebasan digital. Pemerintah dan DPR telah memulai proses harmonisasi, namun publik—terutama aktivis, profesional, dan netizen—ditantang untuk mengawal transparansi dan substansi revisi agar menghasilkan regulasi yang benar-benar berpihak kepada rakyat.